Sabtu, 08 Maret 2014

Landasan Ontologi Filsafat Ilmu



LANDASAN ONTOLOGI
Oleh:
Kelompok 3  CIPTO, AGUS DWI ATMOJO, MEICHATI, RONA, MEIRINA

Di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno adalah Ontologi sebab persoalan paling awal dalam permulaan pemikiran Yunani adalah pemikiran di bidang Ontologi. Pemikiran paling tua dalam kaitannya dengan Ontologi adalah pemikiran Thales atas air yang adalah merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu.
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani : On = being, dan logos = logic. Jadi Ontologi adalah the theory of being qua being (theori tentang keberadaan sebagai keberadaan) atau sebagaimana disebutkan oleh Louis O. Kattsoff dalam Element of Filosophy menyatakan bahwa, Ontologi itu mencari ‘ultimate reality’ sebagaimana yang dilakukan oleh Thales yang menyatakan bahwa, asal mula semua benda hanya satu saja yaitu air. Pendapat lain menyebutkan bahwa Ontologi berasal dari kata Ontos yang artinya adalah sesuatu yang berwujud dan logos adalah ilmu. Jadi Ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
            Pendapat senada dikemukakan oleh Prof. Dr. Noeng Muhadjir, yang menyatakan bahwa Ontologi obyek bahasannya adalah yang ada. Studi tentang yang ada pada dataran studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Ontologi membahas tentang yang ada yang tidak terikat oleh suatu perwujudan tertentu; yang universal; dan berupaya mencari inti yang termuat dalam kenyataan atau yang meliputi semua realita dalam semua bentuknya.
          Sementara itu Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya “Ilmu Dalam Perspektif”, menyatakan bahwa Ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Atau sebagaimana Jujun sebutkan dalam bukunya “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” yang menyatakan bahwa, Ontologi sama dengan hakikat apa yang dikaji atau dalam bentuk pertanyaaan : Apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya ?
Selain itu, dari tinjauan lain mengenai istilah ontology berasal dari kata unani onto yang berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, dan logos yang berarti teori atau ilmu (Surajio:2010). Landasan ontologism pengembangan ilmu, artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis secara garis besar dapat dibedakan ke dalam mainstream (aliran utama), aliran besar yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu materialism dan spritualisme. Materialism adalah suatu pandangan metafisik yang menganggap bahwa tidak ada hal yang nyata selain materi. Spritualisme adalah suatu pandangan metafisika yang menganggap kenyataan yang terdalam roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam.(2010:48).
Noeng Muhajir (2011) Filsafat Ilmu: Ontologi, epistemology, Axiologi First order, second order & mixing paradigms implementasi methodologik. Pengertian ontologi : kebenaran yang ada, the being, menjadi masalah ontologi. Filsafat metafisika membahas the being. Tujuan filsafat ilmu tidak menolak ontology. Adapun yang dimaksud ontologi dalam pengertian terminologisnya adalah kajian tentang hakikat segala sesuatu atau realitas yang ada yang memiliki sifat universal, untuk memahami adanya eksistensi. Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, maka ontologi adalah kajian filosofis tentang hakikat keberadaan ilmu pengetahuan, apa dan bagaimana sebenarnya ilmu pengetahuan yang ada itu.
Paradigma ilmu pada dasarnya berisi jawaban atas pertanyaan fundamental proses keilmuan manusia, yakni bagaimana, apa, dan untuk apa. Maka tiga pertanyaan dasar tadi kemudian dirumuskan menjadi beberapa dimensi, dan salah satunya ialah; dimensi ontologis, pertanyaan yang harus dijawab pada dimensi ini adalah: apa sebenarnya hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui, atau apa sebenarnya hakikat dari suatu realitas. Dengan demikian dimensi yang dipertanyakan adalah hal yang nyata.
Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Membahas tentang yang ada, yang universal, dan menampilkan pemikiran semesta universal. Berupaya mencari inti yang temuat dalam setiap kenyataan, dan menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
            Selain itu,ontologi adalah berbicara tentang hakikat ataupun kenyataan (realita) sesuatu yang ada, baik yang jasmani maupun yang rohani. Hanya saja yang menjadi persoalan adalah pembicaraan tentang hakikat ataupun kenyataan (realita) sesuatu sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realitas adalah ke-real-an. Riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya tentang sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
                  Berdasarkan hasil diskusi kelompok 3, dengan mempertimbangkan pengertian ontologi menurut beberapa referensi, ontologi adalah ilmu yang sungguh ada yang membahas hakikat realitas, baik ditinjau dari segi fisik maupun psikis, material dan spiritual. Ditambah lagi, pembahasan ontologi benar-benar menarik jika sesuatu yang ada ditinjau dari perspektif sesuatu yang nyata, sesuatu yang belum pasti atau kemungkinan, dan sesuatu yang ada dalam pikiran kita.
           Dari pembahasan di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa obyek formal dari Ontologi adalah hakikat selurh realita. Untuk melihat hakikat realitas, Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir menyatakan bahwa ada dua pendekatan yang dilakukan oleh para Filsuf, yaitu dengan :
1. Pendekatan Kuantitatif. Pendekatan Kuantitatif ini realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah. Dalam hal ini telaahnya akan menjadi telaah sebagai berikut :a. Monoisme b. Paralelisme/Dualisme c. Pluralisme
2. Pendekatan Kualitatif. Pendekatan ini, realitas akan tampil tidak dalam bentuk jumlah, tetapi dalam bentuk kualitas. Pendekatan ini melahirkan aliran-aliran sebagai berikut :    a. Materialismeb. Idealismec. Naturalismed. Hylomorphisme.
          Kedua pendekatan tersebut di atas, pada gilirannya melahirkan paham-paham tersendiri dalam bidang Ontologi sesuai dengan pendekatan-pendekatannya dan untuk pembahasannya dapat dilihat uraian berikut ini :
1. Monoisme
          Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
2. Paralelisme / Dualisme
        Paham ini adalah merupakan kebalikan dari paham monoisme. Kalau paham monoisme menyatakan bahwa hakikat yang ada itu adalah satu, maka paham paralelisme/dualisme menyatkan bahwa hakikat yang ada itu ada dua. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, dan ruh bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama asal dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerjasama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia. Tokoh dari paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai Bapak Filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Descartes terkenal dengan teorinya Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Selain Descartes, ada juga Benedictus De Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz (1646-1716 M).

3. Pluralisme
               Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri atas 4 unsur, yaitu tanah, air, api dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang pshikolog dan filosof Amerika. James mengatakan bahwa, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang sendiri-sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengaalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
4. Materialisme
         Aliran Materialisme (dan termasuk aliran Idealisme pada bahasan berikutnya) dalam pandangan Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir adalah bagian dari pendekatan kualitatif, sedangkan menurut Dr. Amsal Bakhtiar, MA. Aliran Materialisme adalah salah satu aliran dari Monoisme yang dalam kategori Noeng Muhadjir termasuk dalam kategori pendekatan kuantitatif. Terlepas dari hal tersebut di atas, paham ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air karena pentingnya air bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara adalah merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang merupakan asala kejadian alam.
5. Idealisme
           Aliran Idealisme atau disebut juga aliran spritualisme sebagai lawan dari aliran materialisme adalah satu aliran yang berpandangan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani. Alasan aliran ini menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah :
a. Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi jilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sedangkan materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelamaan.b. Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.c. Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.Pandangan ini dipelopori oleh Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Selainnya, ada Aristoteles (348-322 SM) yang memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari dalam benda itu. Pada Filsafat Modern, pandangan ini dapat dilihat pada Geoge Berkeley (1685-1753 M) yang menyatakan obyek-obyek fisis adalah ide-ide. Kemudian Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M), Hegel (1770-1831 M), dan Schelling (1775-1854 M).
6. Naturalisme
           Paham ini menolak yang ada yang supernatural, menolak yang mental, dan menolak universal platonik. Sejak tahun 1960 sebagaimana disebutkan oleh Noeng Muhadjir, banyak karya ontologi yang dipengaruhi oleh filosof naturalist, Williard Van Orman Quine.
7. Hylomorphisme
          Paham Hylomorphisme diketengahkan pertama kali oleh Aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya dipahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.
8. Nihilisme
         Nihilisme berasal darti bahasa latin yaitu nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Doktrin tentang Nihilisme telah ada sejak zaman Yunani Kuno oleh Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, sebab penginderaan itu tidak dapat dipercaya. Penginderaan adalah suatu illusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahu kepada orang lain. Tokoh sentralnya adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M) dengan teori monumentalnya dalam dunia Kristiani : “Tuhan sudah mati”.
9. Agnotisisme
         Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Aliran ini dengan tegas menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent. Tokohnya antara lain adalah Soren Kierkegaar, Heidegger, Sarter, dan Jaspers.


DAFTAR PUSTAKA
Muhajir, Noeng. 2011. FILSAFAT ILMU :Ontologi, Epistemologi, Axiologi, First Order, Second Order & Third Order of Logics dan Mixing Paradigms Implementasi  methodologik. Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin.
Surajio. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 2009. FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
BerandaProfilUnit KerjaProduk HukumDataBerita & MediaLayananLink TerkaitDINAMIS     (online) diakses pada tanggal 16 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar