LANDASAN
ONTOLOGI
Oleh:
Kelompok 3 CIPTO, AGUS DWI ATMOJO, MEICHATI, RONA,
MEIRINA
Di antara lapangan penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno adalah Ontologi sebab persoalan paling awal dalam
permulaan pemikiran Yunani adalah pemikiran di bidang Ontologi. Pemikiran
paling tua dalam kaitannya dengan Ontologi adalah pemikiran Thales atas air
yang adalah merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala
sesuatu.
Kata ontologi berasal dari
perkataan Yunani : On = being, dan logos = logic. Jadi Ontologi adalah the
theory of being qua being (theori tentang keberadaan sebagai keberadaan) atau
sebagaimana disebutkan oleh Louis O. Kattsoff dalam Element of Filosophy
menyatakan bahwa, Ontologi itu mencari ‘ultimate reality’ sebagaimana yang
dilakukan oleh Thales yang menyatakan bahwa, asal mula semua benda hanya satu
saja yaitu air. Pendapat lain menyebutkan bahwa Ontologi berasal dari kata
Ontos yang artinya adalah sesuatu yang berwujud dan logos adalah ilmu. Jadi
Ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Pendapat senada dikemukakan oleh Prof.
Dr. Noeng Muhadjir, yang menyatakan bahwa Ontologi obyek bahasannya adalah yang ada. Studi tentang yang ada pada dataran
studi filsafat
pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Ontologi membahas tentang yang
ada yang tidak terikat oleh suatu perwujudan tertentu; yang universal; dan
berupaya mencari inti yang termuat dalam kenyataan atau yang meliputi semua
realita dalam semua bentuknya.
Sementara itu Jujun S. Suriasumantri
dalam bukunya “Ilmu Dalam Perspektif”,
menyatakan bahwa Ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh
kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori
tentang ada. Atau sebagaimana Jujun sebutkan dalam bukunya “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer”
yang menyatakan bahwa, Ontologi sama dengan hakikat apa yang dikaji atau dalam
bentuk pertanyaaan : Apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya ?
Selain itu, dari tinjauan lain mengenai istilah
ontology berasal dari kata unani onto yang berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, dan
logos yang berarti teori atau ilmu (Surajio:2010). Landasan ontologism
pengembangan ilmu, artinya titik tolak
penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis
secara garis besar dapat dibedakan ke dalam mainstream
(aliran utama), aliran besar yang
sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu materialism dan spritualisme.
Materialism adalah suatu pandangan metafisik yang menganggap bahwa tidak ada
hal yang nyata selain materi. Spritualisme adalah suatu pandangan metafisika
yang menganggap kenyataan yang terdalam roh yang mengisi dan mendasari seluruh
alam.(2010:48).
Noeng Muhajir (2011) Filsafat Ilmu: Ontologi,
epistemology, Axiologi First order, second order & mixing paradigms
implementasi methodologik. Pengertian ontologi : kebenaran yang ada, the being, menjadi masalah ontologi. Filsafat
metafisika membahas the being. Tujuan filsafat ilmu tidak menolak ontology.
Adapun yang
dimaksud ontologi dalam pengertian terminologisnya adalah kajian tentang hakikat segala sesuatu atau realitas yang ada yang
memiliki sifat universal, untuk memahami adanya eksistensi.
Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, maka ontologi adalah kajian filosofis tentang hakikat keberadaan
ilmu pengetahuan, apa dan bagaimana sebenarnya ilmu pengetahuan yang ada itu.
Paradigma
ilmu pada dasarnya berisi jawaban atas pertanyaan fundamental proses keilmuan
manusia, yakni bagaimana, apa, dan untuk apa. Maka tiga pertanyaan dasar tadi
kemudian dirumuskan menjadi beberapa dimensi, dan salah satunya ialah; dimensi
ontologis, pertanyaan yang harus dijawab pada dimensi ini adalah: apa
sebenarnya hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui, atau apa sebenarnya
hakikat dari suatu realitas. Dengan demikian dimensi yang dipertanyakan adalah
hal yang nyata.
Dalam kaitan
dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh
ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada
daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal
yang sesuai dengan akal manusia.
Ontologi
membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Membahas tentang yang ada, yang universal, dan menampilkan pemikiran semesta
universal. Berupaya mencari inti yang temuat dalam setiap kenyataan, dan
menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
Selain itu,ontologi adalah berbicara tentang hakikat ataupun kenyataan (realita) sesuatu yang ada,
baik yang jasmani maupun yang rohani. Hanya saja yang menjadi persoalan
adalah pembicaraan tentang hakikat ataupun kenyataan (realita) sesuatu
sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat
adalah realitas; realitas adalah ke-real-an. Riil artinya kenyataan yang
sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya tentang sesuatu, bukan
kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang
berubah.
Berdasarkan hasil diskusi
kelompok 3, dengan mempertimbangkan pengertian ontologi menurut beberapa
referensi, ontologi adalah ilmu yang sungguh ada yang membahas hakikat
realitas, baik ditinjau dari segi fisik maupun psikis, material dan spiritual.
Ditambah lagi, pembahasan ontologi benar-benar menarik jika sesuatu yang ada
ditinjau dari perspektif sesuatu yang nyata, sesuatu yang belum pasti atau
kemungkinan, dan sesuatu yang ada dalam pikiran kita.
Dari pembahasan di atas maka dapatlah
disimpulkan bahwa obyek formal dari Ontologi adalah hakikat selurh realita.
Untuk melihat hakikat realitas, Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir menyatakan bahwa ada dua pendekatan yang
dilakukan oleh para Filsuf, yaitu dengan :
1. Pendekatan Kuantitatif. Pendekatan
Kuantitatif ini realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah. Dalam hal ini
telaahnya akan menjadi telaah sebagai berikut :a. Monoisme b. Paralelisme/Dualisme c. Pluralisme
2. Pendekatan Kualitatif. Pendekatan
ini, realitas akan tampil tidak dalam bentuk jumlah, tetapi dalam bentuk
kualitas. Pendekatan ini melahirkan aliran-aliran sebagai berikut : a. Materialismeb. Idealismec. Naturalismed.
Hylomorphisme.
Kedua pendekatan tersebut di atas,
pada gilirannya melahirkan paham-paham tersendiri dalam bidang Ontologi sesuai
dengan pendekatan-pendekatannya dan untuk pembahasannya dapat dilihat uraian
berikut ini :
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat
yang asal dari seluruh kenyataan itu adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai
sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin
ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya
merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
2. Paralelisme /
Dualisme
Paham ini adalah merupakan kebalikan dari paham monoisme.
Kalau paham monoisme menyatakan bahwa hakikat yang ada itu adalah satu, maka
paham paralelisme/dualisme menyatkan bahwa hakikat
yang ada itu ada dua. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua
macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani,
benda dan ruh, dan ruh bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat. Kedua macam
hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama asal dan abadi.
Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling
jelas tentang adanya kerjasama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Tokoh dari paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai Bapak
Filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran
(ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Descartes terkenal dengan teorinya Cogito
Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Selain Descartes, ada
juga Benedictus De Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz
(1646-1716 M).
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap
macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan
mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion
dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan
Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri
atas 4 unsur, yaitu tanah, air, api dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah
William James (1842-1910 M), kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang
pshikolog dan filosof Amerika. James mengatakan bahwa, tiada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang sendiri-sendiri, lepas
dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang
kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena
dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman
berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah
kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengaalaman-pengalaman yang
khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
4. Materialisme
Aliran Materialisme (dan termasuk aliran Idealisme
pada bahasan berikutnya) dalam pandangan Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir adalah bagian dari pendekatan kualitatif,
sedangkan menurut Dr. Amsal Bakhtiar, MA. Aliran Materialisme adalah salah satu
aliran dari Monoisme yang dalam kategori Noeng Muhadjir termasuk dalam kategori
pendekatan kuantitatif. Terlepas dari hal tersebut di atas, paham ini
menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi bukan ruhani. Aliran ini
sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa
atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau ruh
itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah
satu cara tertentu. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air karena
pentingnya air bagi kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur
asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara adalah merupakan sumber dari
segala kehidupan. Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini
merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus.
Atom-atom inilah yang merupakan asala kejadian alam.
5. Idealisme
Aliran Idealisme atau disebut juga
aliran spritualisme sebagai lawan dari aliran materialisme adalah satu aliran
yang berpandangan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal
dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan
menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan
ruhani. Alasan aliran ini menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit
atau sebangsanya adalah :
a. Nilai ruh lebih tinggi daripada
badan, lebih tinggi jilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh dianggap
sebagai hakikat yang sebenarnya, sedangkan materi hanyalah badannya, bayangan
atau penjelamaan.b. Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar
dirinya.c. Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada,
yang ada energi itu saja.Pandangan ini dipelopori oleh Plato (428-348 SM)
dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya
yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Selainnya, ada Aristoteles (348-322
SM) yang memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam
ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan
menjalankan pengaruhnya dari dalam benda itu. Pada Filsafat Modern, pandangan
ini dapat dilihat pada Geoge Berkeley (1685-1753 M) yang menyatakan obyek-obyek
fisis adalah ide-ide. Kemudian Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814
M), Hegel (1770-1831 M), dan Schelling (1775-1854 M).
6. Naturalisme
Paham ini menolak yang ada yang
supernatural, menolak yang mental, dan menolak universal platonik. Sejak tahun
1960 sebagaimana disebutkan oleh Noeng Muhadjir, banyak karya ontologi yang
dipengaruhi oleh filosof naturalist, Williard Van Orman Quine.
7. Hylomorphisme
Paham Hylomorphisme diketengahkan
pertama kali oleh Aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran
para ahli selanjutnya dipahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme,
tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.
8. Nihilisme
Nihilisme berasal darti bahasa latin yaitu nothing
atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang
positif. Doktrin tentang Nihilisme telah ada sejak zaman Yunani Kuno oleh Gorgias
(483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak
ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, Bila
sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, sebab penginderaan itu tidak dapat
dipercaya. Penginderaan adalah suatu illusi. Ketiga, sekalipun realitas itu
dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahu kepada orang lain. Tokoh
sentralnya adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M) dengan teori monumentalnya
dalam dunia Kristiani : “Tuhan sudah mati”.
9. Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk
mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Aliran ini
dengan tegas menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat
trancendent. Tokohnya antara lain adalah Soren Kierkegaar, Heidegger, Sarter,
dan Jaspers.
DAFTAR PUSTAKA
Muhajir, Noeng. 2011. FILSAFAT ILMU :Ontologi, Epistemologi, Axiologi, First Order, Second
Order & Third Order of Logics dan Mixing Paradigms Implementasi methodologik. Yogyakarta: Penerbit Rake
Sarasin.
Surajio. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 2009. FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
BerandaProfilUnit KerjaProduk HukumDataBerita & MediaLayananLink TerkaitDINAMIS (online) diakses pada tanggal 16 Januari
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar